Mungkin kita ga pernah memperhatikan secara seksama , sosok dari istri atau ibu kita.

Disaat kita bangun pagi , beliau sedang sibuk di dapur memasak, bersih – bersih rumah dan siapkan sarapan pagi.

Disaat kita berangkat ke sekolah / kerja , beliau juga kerja / usaha . Yang tidak kerja beliau terus melakukan kerjaan rumah , menyapu , pel lantai , cuci baju , gosok baju atau seabrek kerjaan rumah lainnya. Belum lagi jika punya bayi , beliau harus menyusui , memberinya makan dan menggendongnya.

Pernahkah kita menggendong bayi yang beratnya 3 – 9 kilo ? Berapa lamakah kita kuat bertahan untuk menggendongnya ? 1 jam , 2 jam ? Paling banter kita hanya mampu bertahan ½ jam , selebihnya kita menggerutu karena keberatan atau merasakan cape .
Pernahkah kita membayangkan bagaimana ibu kita menggondong bayi sambil melakukan pekerjaan rumah ?

Disaat kita pulang sekolah atau pulang kerja, apakah ibu kita terus istirahat ? Kita mungkin berkhayal sepulang kerja atau sekolah kita bisa rebahan , atau sekedar meluruskan kaki atau pinggang kita karena penat merasakan cape sehabis kerja atau menjalankan aktivitas. Tapi tidak dengan istri atau ibu kita , beliau harus siapkan makan siang atau malam buat anak atau suaminya. Lalu apakah setelah itu selesai pekerjaannya ?

Disaat malam kita istirahat memejamkan mata , istri atau ibu kita , sedang sibuk menyusui bayi yang nangis karena lapar. Disaat kita sedang dibuai mimpi, istri atau ibu kita sedang meninabobokan bayi yang nangis karena ngompol. Disaat dia mulai mau merebahkan badannya , istri atau ibu kita harus melayani suaminya. Lalu kapankah istri atau ibu kita istirahat ?

Pernahkah kita membayangkan , ibu kita harus hamil 9 bulan dan tetap terus melakukan aktivitasnya ?

Pernahkah kita membayangkan disaat ibu atau istri kita bercucur keringat , bersimbah darah , hampir menemui ajal karena kehabisan nafas disaat melahirkan kita ?

Pernahkah kita mendengar ibu atau istri kita meminta upah dari semua yang dia lakukan untuk kita ?
Apakah kita tega , untuk terus berkata tidak atas semua permohonan tolongnya ?

Apakah kita tega, untuk membiarkannya sibuk dengan pekerjaannya sendirian ?

Apakah kita tega, untuk terus berkata keras atau membentaknya ?


Lalu ...?

Apakah yang pantas kita berikan untuk semua jerih payahnya ? Semua tetes keringatnya ? Semua tetes air susunya ? Semua kesabaran untuk merawat kita ?Sebuah piala ? Sebuah piagam penghargaan ? Sebuah cincin emas atau perhiasan dari berlian ? Atau seisi rumah ?

Allah memberikan begitu tinggi derajat kepada seorang ibu, sehingga sang pencipta memberikan kiasan dengan “ Surga ada di telapak kaki ibu “. Telapak Kaki yang biasa kita gunakan untuk menginjak sesuatu yang ada dibawahnya. Telapak Kaki yang merupakan posisi paling bawah sebagai organ tubuh kita.


Lalu ...

Apakah kita masih pantas memperlakukan ibu kita seperti layaknya seorang pembantu ? Yang harus mengurusi semua urusan kita ?

Apakah masih pantas membiarkan Dia kesepian, memebiarkan Dia menangis ?


Ibu ..

Maafkan anak mu atas semua kehilafan, kesalahan yang membuatmu menangis, yang membuatmu marah, yang membuatmu murung. Tak ada tempat yang pantas untuk mu kecuali setinggi – tingginya tempat. Terimakasih atas semua yang kau lakukan, semoga Allah membalas semua kebaikanmu....Ibu.


Comments (0)